Jembatan Teluk Palu

Salodik Waterfal merupakan salah satu objek wisata di kabupaten luwuk

Hasil kerja siswa dapat di nilai langsung melalui penggunaan media flash

Sunday, October 28, 2012

Kurikulum Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Tadulako


Program Studi Pendidikan Matematika (S-1)
No.
Matakuliah
Kode Mata Kuliah

SKS
A.  Mata Pengembangan Kepribadian (MPK)


1
Pendidikan Pancasila
MPK 101
2
2
Pendidikan Agama
MPK 102
2
3
Pendidikan Kewarganegaraan
MPK 103
2
I. Matakuliah Keahlian dan Keterampilan (MKK) Wajib
4
Bahasa Inggris Profesi
MAT 201
2
5
Kalkulus I
MAT 202
3
6
Kalkulus II
MAT 203
3
7
Fisika Dasar
MAT 204
4
8
Kimia Dasar
MAT 205
4
9
Biologi Umum
MAT 206
3
10
Pengantar Dasar Matematika
MAT 207
3
11
Teori Bilangan
MAT 208
3
12
Statistika Dasar
MAT 209
3
13
Aljabar Linear Elementer
MAT 210
4
14
Dasar-dasar Komputer
MAT 211
3
15
Geometri
MAT 212
4
16
Kalkulus Lanjut
MAT 213
3
17
Pemrograman Komputer
MAT 214
3
18
Statistika Matematika I
MAT 215
3
19
Program Linear
MAT 216
3
20
Geometri Analitik
MAT 217
3
21
Persamaan Diferensial
MAT 218
3
22
Analisis Real I
MAT 219
3
23
Struktur Aljabar I
MAT 220
3
24
Geometri Transformasi
MAT 221
3
25
Matematika Diskrit
MAT 222
3
26
Seminar Problematika Pembelajaran Matematika
MAT 223
3
27
Analisis Kompleks
MAT 224
3
II. Matakuliah Keahlian dan Keterampilan (MKK) Pilihan 9 SKS
28
Statistika Matematika II
MAT 225
3
29
Analisis Real II
MAT 226
3
30
Persoalan Nilai Awal dan Syarat Batas
MAT 227
3
31
Komputer Pengolah Data
MAT 228
3
32
Metode Numerik
MAT 229
3
33
Struktur Aljabar II
MAT 230
3
34
Analisis Regresi
MAT 231
3
35
Pengajaran Matematika SD
MAT 232
3
36
Aplikasi Komputer
MAT 233
3
37
Teori Graph
MAT 234
3
B.  Matakuliah Keahlian Berkarya (MKB)


38
Pengantar Pendidikan
MAT 301
3
39
Perkembangan Peserta Didik
MAT 302
2
40
Belajar dan Pembelajaran Matematika
MAT 303
3
41
Model Pembelajaran Matematika I
MAT 304
3
42
Model Pembelajaran Matematika II
MAT 305
3
43
Asesmen Pembelajaran Matematika
MAT 306
4
44
Kajian dan Pengembangan Matematika Sekolah I
MAT 307
3
45
Kajian dan Pengembangan Matematika Sekolah II
MAT 308
3
46
Kajian dan Pengembangan Matematika Sekolah III
MAT 309
3
47
Penelitian Pendidikan Matematika
MAT 310
4
48
Skripsi
MAT 311
6
C.  Matakuliah Perilaku Berkarya (MPB)
49
Microteaching
MPB 401
3
50
Praktek Pengalaman Lapangan Terpadu
MPB 402
4
51
Kewirausahaan
MPB 403
2
D.  Matakuliah Berkehidupan Bermasyarakat (MBB)


52
Ilmu Sosial dan Budaya Dasar
MBB 501
2
53
Bahasa Indonesia
MBB 502
2
54
Kajian Lingkungan Hidup
MBB 503
2
55
Bahasa Inggris
MBB 504
2
Jumlah SKS Matakuliah Wajib            = 135
Jumlah SKS Matakuliah Pilihan           = 9
Total SKS = 144

Source: http://fkip.untad.ac.id/index.php/pend-matematika

Saturday, October 27, 2012

Sekilas tentang Prof Dr Hans Freudenthal (1905 - 1990)




Hans Freudenthal lahir pada tahun 1905 di kota Jerman Luckenwalde, putra seorang guru Yahudi. Bahkan pada usia muda ia tertarik pada persamaan diferensial dan integral, namun pada usia 13 ia juga membaca semua karya Goethe dan Schiller. Pada tahun 1923 ia pergi ke Berlin dan Paris untuk belajar matematika. Setelah lulus Doktor ia pindah ke Amsterdam, di Belanda, di mana ia menjadi asisten LEJ Brouwer, ahli matematika yang terkenal, pada tahun 1930. Tak lama setelah itu, ia menikah dengan Suus Lutter yang merupakan ahli pedagogik. Berkat pernikahannya dengan seorang wanita Belanda Arian  membawa sejumlah keberuntungan, Freudenthal mampu bertahan pada Perang Dunia Kedua.
Pada tahun 1946 Freudenthal menjadi profesor di Utrecht, Ia ditunjuk untuk menangani matematika murni dan terapan, dan prinsip-prinsip matematika. Pada saat itu Freudenthal adalah seorang matematikawan yang terkenal, dan ia juga berkontribusi besar pada bidang topologi, geometri dan teori grup.

Sebagai seorang guru ia memperoleh ketenaran internasional sebagai pendiri pendidikan matematika realistik, yang didasarkan pada masalah yang diambil dari pengalaman sehari-hari bukan dari  matematika abstrak. Secara individu Freudenthal memperbaharui pendidikan di Belanda dari pengaruh metode New Math dari Amerika, yang diperkenalkan di banyak negara dari tahun 1960 dan seterusnya. Metode formal, berdasarkan logika ternyata tidak sesuai bagi sebagian besar siswa.

Freudenthal lebih suka membimbing murid-muridnya pada proses penemuan. Mottonya adalah Anda belajar matematika terbaik dengan menemukan kembali. Siswa-siswanya tidak diberi masalah yang abstrak dalam proses pembelajaran tapi dengan menggunakan masalah-masalah dari kehidupan sehari-hari, dan dalam memecahkan ini mereka secara bertahap mengembangkan pemahaman matematika. Selain itu, Freudenthal berpendapat bahwa mengenali masalah akan mengarahkan siswa secara otomatis untuk lebih tertarik pada matematika.

Pada tahun 1971 Freudenthal mendirikan IOWO (Wiskundeonderwijs Ontwikkeling Instituut, Institut Pengembangan Pendidikan Matematika), sekarang disebut Institut Freudenthal (FI). FI terus menjadi salah satu kekuatan pendorong dalam pembaharuan pendidikan matematika, baik di Belanda maupun di luar negeri.

Secara khusus Freudenthal adalah seorang penulis. Tulisannya yang tak terhitung jumlahnya selama bertahun-tahun, seperti De Groene Amsterdammer dan NRC Handelsblad, pada berbagai topik termasuk bahasa, sejarah dan politik. Selain itu, setelah kematiannya karya yang tidak dipublikasikan banyak - puisi, drama dan novel - yang ditemukan di tanah miliknya.

Hans Freudenthal, pembaharu pendidikan, meninggal dunia pada tanggal 13 Oktober 1990. Dia ditemukan di bangku taman oleh anak-anak yang bermain di sana. Untuk informasi lebih lanjut tentang Hans Freudenthal,
Berikut: beberapa buku karya Hans Freudenthal:

  1. Weeding and Sowing: Preface to a Science of Mathematical Education by Hans Freudenthal (Feb 29, 1980)
  2. Revisiting Mathematics Education: China Lectures (Mathematics Education Library) by Hans Freudenthal(Sep 30, 1991)
  3. Didactical Phenomenology of Mathematical Structures (Mathematics Education Library) by Hans Freudenthal (May 27, 2008)
  4. Mathematics as an Educational Task by Hans Freudenthal (Dec 31, 1972)
  5. Vorrede zu einer Wissenschaft vom Mathematikunterricht (Mathematik, Didaktik und Unterrichtspraxis) (German Edition) by Hans Freudenthal (1978)

Berikut: beberapa buku karya Hans Freudenthal:

Sources: http://www.fisme.science.uu.nl/en/freudenthal.html
http://www.amazon.com/Hans-Freudenthal/e/B001JXJE9U
http://www-groups.dcs.st-and.ac.uk/~history/Mathematicians/Freudenthal.html

Thursday, October 25, 2012

Pendekatan PMRI

1. Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI)
PMRI merupakan suatu pendekatan yang diadopsi dari Belanda yang bernama RME (Realistic Mathematics Education). RME itu sendiri dikembangkan berdasarkan pemikiran Hans  Freudenthal yang mengatakan bahwa matematika merupakan aktivitas manusia (mathematics as a human activity). Freudenthal juga berpendapat bahwa siswa tidak dapat dipandang sebagai penerima pasif matematika yang sudah jadi. Pendidikan matematika harus diarahkan
pada penggunaan berbagai situasi dan kesempatan yang memungkinkan siswa menemukan kembali (reinvention) matematika berdasarkan usaha merekasendiri. Dalam RME dunia nyata digunakan sebagai titik awal untuk pengembangan ide dan konsep matematika. 
 
Matematika sebagai aktivitas manusia berarti manusia harus diberi kesempatan untuk menemukan kembali ide dan konsep matematika dengan bimbingan orang dewasa. Upaya ini dilakukan melalui penjelajahan berbagai situasi dan persoalan-persoalan realistik. Realistik dalam hal ini dimaksudkan tidak mengacu pada realitas saja, tetapi juga pada sesuatu yang dapat dibayangkan oleh siswa. Prinsip penemuan kembali dapat diinspirasi oleh prosedur-prosedur pemecahan informal, sedangkan proses penemuan kembali menggunakan konsep matematisasi.
Ada dua jenis matematisasi yang diformulasikan oleh Treffers, yaitu matematisasi horisontal dan vertikal. Berdasarkan keberadaan matematisasi horisontal dan vertikal, pendekatan dalam pendidikan matematika dapat dibedakan menjadi empat jenis yaitu pendekatan: mekanistik, empiristik, strukturalistik, dan realistik. Pendekatan mekanistik merupakan pendekatan tradisional yang tidak memperhatikan matematisasi horisontal dan vertikal. Pendekatan empiristik adalah suatu pendekatan yang menekankan pada matematisasi horisontal, tetapi mengabaikan matematisasi vertikal. Pendekatan strukturalistik merupakan pendekatan yang menekankan matematisasi vertikal, tetapi mengabaikan matematisasi horisontal. Pendekatan realistik adalah suatu pendekatan yang menggunakan masalah realistik sebagai pangkal tolak pembelajaran. Melalui aktivitas matematisasi horisontal dan vertikal diharapkan siswa-siswa dapat menemukan dan mengkonstruksi konsep-konsep matematika.
Pendidikan Matematika Realistik (PMR) merupakan teori belajar mengajar dalam matematika yang memiliki konsep dasar dan karakteristik yang berbeda dengan yang lain. Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) merupakan adopsi dari Realistic Mathematis Education (RME) yang sudah dikembangkan dan disesuaikan dengan konteks Indonesia, sehingga. PMRI bukanlah sekedar jiplakan dari RME yang dikembangkan di negara asalnya.
2. Pengertian Pendidikan Matematika Realistik (PMR)
Pendidikan Matematika Realistik (PMR) adalah pendidikan matematika yang dilaksanakan dengan menempatkan realitas dan pengalaman siswa sebagai titik awal pembelajaran.. Masalah-masalah realistik digunakan sebagai sumber munculnya konsep-konsep matematika atau pengetahuan matematika formal. Pembelajaran ini sangat berbeda dengan pembelajaran matematika selama ini yang cenderung berorientasi kepada pemberian informasi dan menggunakan matematika yang siap pakai untuk menyelesaikan masalah-masalah.
Oleh karena matematika realistik menggunakan masalah realistik sebagai pangkal tolak pembelajaran, maka situasi masalah perlu diusahakan benar-benar kontekstual atau sesuai dengan pengalaman siswa-siswi, sehingga mereka dapat menyelesaikan masalah dengan cara-cara informal melalui matematisasi horisontal. Cara-cara informal yang ditunjukkan oleh siswa-siswi digunakan sebagai inspirasi pembentukan konsep atau aspek matematiknya, kemudian ditingkatkan ke matematisasi vertikal. Melalui proses matematisasi horisontal-vertikal diharapkan siswa-siswi dapat memahami atau menemukan konsep-konsep matematika (pengetahuan matematika formal).
  1. Prinsip Prinsip PMR
Ada tiga prinsip utama dalam PMR, yaitu penemuan kembali terbimbing (guided reinvention) dan matematisasi progresif (progressive mathematization); Fenomenologi didaktik (didactical penenomenology), serta mengembangkan model-model sendiri (self developed models). Penjelasan singkat dari prinsip-prinsip tersebut sebagai berikut:
  • Penemuan kembali terbimbing (guided reinvention) dan matematisasi progresif (progressive mathematization), artinya dalam mempelajari matematika, perlu diupayakan agar siswa-siswi mempunyai pengalaman dalam menemukan sendiri berbagai konsep, prinsip matematika.
  • Fenomenologi didaktik (didactical penenomenology), artinya bahwa dalam mempelajari konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan materi-materi lain dalam matematika, para peserta didik perlu bertolak dari fenomena-fenomena kontekstual, yaitu masalah-masalah yang berasal dari dunia nyata, atau setidak-tidaknya dari masalah yang dapat dibayangkan.
  • Mengembangkan model-model sendiri (self developed models), artinya bahwa dalam mempelajari konsep-konsep atau materi-materi matematika yang lain melalui masalah-masalah kontekstual, siswa-siswi perlu mengembangkan sendiri model-model atau cara menyelesaikan masalah tersebut.
  1. Karakteristik PMR
    De Lange juga mengungkapkan bahwa teori PMRI terdiri dari 5 (lima) karakteristik (Zulkardi, 1999) yaitu :
    a.     Penggunaan konteks nyata (real context) sebagai starting point dalam pembelajaran untuk dieksplorasi.
    b.             Penggunaan model-model.
    c.             Penggunaan hasil belajar siswa dan kontruksi.
    d.             Interaksi dalam proses belajar atau interaktivitas.
    e.             Keterkaitan (connection) dalam berbagai bagian dari materi pelajaran.


Source:
http://growol.blogspot.com/2011/12/pendekatan-pmri-pendidikan-matematika.html
http://h4mm4d.wordpress.com/2009/02/27/pendidikan-matematika-realistik-indonesia-pmri-indonesia/ 
 PMRIPMRIPMRIPMRIPMRI PMRIPMRIPMRIPMRI PMRIPMRIPMRIPMRI,  
 PMRIPMRIPMRIPMRIPMRI PMRIPMRIPMRIPMRI PMRIPMRIPMRIPMRI,  
 PMRIPMRIPMRIPMRIPMRI PMRIPMRIPMRIPMRI PMRIPMRIPMRIPMRI,  
 PMRIPMRIPMRIPMRIPMRI PMRIPMRIPMRIPMRI PMRIPMRIPMRIPMRI,  
 PMRIPMRIPMRIPMRIPMRI PMRIPMRIPMRIPMRI PMRIPMRIPMRIPMRI,  
 PMRIPMRIPMRIPMRIPMRI PMRIPMRIPMRIPMRI PMRIPMRIPMRIPMRI,  
 PMRIPMRIPMRIPMRIPMRI PMRIPMRIPMRIPMRI PMRIPMRIPMRIPMRI,  
 PMRIPMRIPMRIPMRIPMRI PMRIPMRIPMRIPMRI PMRIPMRIPMRIPMRI,  
 PMRIPMRIPMRIPMRIPMRI PMRIPMRIPMRIPMRI PMRIPMRIPMRIPMRI,  
 PMRIPMRIPMRIPMRIPMRI PMRIPMRIPMRIPMRI PMRIPMRIPMRIPMRI,  
 PMRIPMRIPMRIPMRIPMRI PMRIPMRIPMRIPMRI PMRIPMRIPMRIPMRI,  
 PMRIPMRIPMRIPMRIPMRI PMRIPMRIPMRIPMRI PMRIPMRIPMRIPMRI,  
 PMRIPMRIPMRIPMRIPMRI PMRIPMRIPMRIPMRI PMRIPMRIPMRIPMRI,  
 PMRIPMRIPMRIPMRIPMRI PMRIPMRIPMRIPMRI PMRIPMRIPMRIPMRI,  
             

Wednesday, October 24, 2012

Foto-foto




The 2nd International Symposium on Mathematics Education Innovation

The 2nd International Symposium on Mathematics Education Innovation
Dates: 22-23 November 2012
Venue: SEAMEO QITEP in Mathematics, Yogyakarta Indonesia
Host: SEAMEO QITEP in Mathematics, Yogyakarta Indonesia

Symposium Theme:
Transforming Research into Practice: Working towards Joyful and Meaningful Mathematics Towards an Innovative and Sustainable Society.

Target participants
The targets of the symposium are Mathematics teachers, Mathematics teacher educators, Researchers and policy makers on mathematics educations. Student teachers are also welcome and encouraged to attend the symposium.

Objective
The main objective of this symposium is to provide a forum for mathematics educators and researchers to review issues, exchange of ideas and share experiences especially on innovation in mathematics education at all levels.
 
Confirmed Keynotes Speakers
  1. Associate Professor Allan L. White, PhD – the University of Western Sydney, Australia
  2. Robin Avaril, PhD – Victoria University of Wellington, New Zealand
  3. Professor Zulkardi – University of Sriwijaya, Palembang, Indonesia
  4. Sitti Mahesuri Pattahudin, PhD – State University of Surabaya, Indonesia

For more information please click here
Source: http://symposium.qitepinmath.org/
  

Friday, October 19, 2012

Manfaat "Soal Salah"

Maksud dari "soal salah" disini adalah soal yang dengan sengaja di desain oleh guru ataupun peneliti dengan tujuan menguji pemahaman konsep suatu materi yang telah dipelajari oleh siswa. 

Terkadang kita sebagai guru  hampir "tidak pernah" memberikan soal salah kepada siswa untuk mengetes kemampuannya dalam pembelajaran ataupun ujian. Hal ini terjadi karena kita kurang mengetahui mamfaat soal salah dan belum terbiasa mencari ide-ide kreatif dalam mengukur kemampuan siswa. Selain itu, soal soal ini hampir tidak pernah digunakan karena "kurikulum" kita masih mementingkan hasil dari pada proses, misal soal ujian nasional (UN) semuanya dalam bentuk pilihan ganda.

Berikut ada beberapa manfaat menyelipkan soal salah dalam pembelajaran ataupun ujian.
  1. Dapat mengetahui kemampuan siswa dalam memahami suatu konsep suatu materi.  Misalkan terdapat soal seperti gambar di atas, jika terdapat siswa yang memaksakan diri untuk menemukan hasilnya, berarti siswa tersebut belum memahami syarat-syarat perkalian matrik.
  2. Membiasakan siswa untuk berargumentasi. Misalkan terdapat siswa yang memberikan alasan bahwa soal tersebut tidak dapat diselesaikan, selain itu juga mampu memberikan syaratnya agar dapat diselesaikan, berarti siswa tersebut benar-benar paham terhadap konsep perkalian matrik.
Jadi "soal salah" sangatlah penting digunakan dalam mengukur kemampuan siswa.

Thursday, October 18, 2012

Realistic Math Makes Sense for Students

By Eve Torrence

I am a mathematician. I am a college professor. I am a mother. From all three perspectives I have been following with interest the controversy over the current mathematics education reform. Last year I had an experience that finally brought clarity.
My husband, who is also a mathematician, and I had a sabbatical at the University of Utrecht in the Netherlands. We enrolled our eight year-old son, Robert, in a local Dutch school. In doing so we were unconsciously starting a very interesting experiment. At home Robert had been experiencing a traditional mathematics curriculum where a great deal of time and effort is spent on learning the carrying and borrowing algorithms for addition and subtraction. The mathematics curriculum at his Dutch school was very different. The students were working on problems at the same level, but they were encouraged to develop their own techniques for doing the problems. They were not taught the carrying and borrowing algorithms. This approach has been used successfully in Holland for almost thirty years.
At the same time Robert was adapting to a new curriculum, I was studying at the Freudenthal Institute at the University of Utrecht—a world-renowned center for research on mathematics education. I was learning that the curriculum he was experiencing is called Realistic Mathematics Education (RME). In RME, the mathematics is introduced in the context of a carefully chosen problem. In the process of trying to solve the problem the child develops mathematics. The teacher uses the method of guided reinvention, by which students are encouraged to develop their own informal methods for doing mathematics. Students exchange strategies in the classroom and learn from and adopt each other’s methods. I also learned that much research has been done on this approach, that it is based on what we know about child development and the development of numeracy, and that it is this body of research that is driving the math education reform in our country.
When we first arrived in the Netherlands and I began to learn about RME, I spent a little time quizzing Robert on how he would solve a few addition and subtraction problems. I was shocked by the rigid attitude he had developed at his school in the U.S. When asked to do any addition problem with summands larger than 20 he would always invoke the addition algorithm. He would sometimes make mistakes and then report an answer that made no sense. He was putting all his confidence in the procedure and little in his own ability to reason about what might be a sensible answer. When I suggested there was a simpler way he could think about the problem he became upset and told me, “You can’t do that!”
After a few months in Holland, I began to see an amazing difference in Robert’s number sense. He was able to do the same problems more quickly, more accurately, and with much more confidence. For example, I asked him to solve 702 minus 635. He explained, “700 minus 600 is 100. The difference between 2 and 35 is 33, and 100 minus 33 is 67.” When he tried using the algorithm he made a borrowing error and became very frustrated. I asked him to compute 23 times 12. He explained, “23 times 10 is 230, 23 times 2 is 46, 230 plus 46 is 276.” This multiplication problem was much harder than anything in the curriculum at home. I was very impressed with the flexibility and range of methods he had developed in only a few months.
What happened to Robert in those few months has had a profound effect on my perception of learning and on Robert’s understanding of mathematics. My child learned to think. He learned he could think. He was encouraged to think. He learned to see mathematics as creative and pleasurable. This independent attitude towards mathematics will remain with him forever and serve him well. It is this fact that has convinced me of the value of de-emphasizing algorithms in the elementary years.
Unfortunately, Robert is once again back in a school that focuses on the teaching of algorithms. The other day as we were driving to soccer, out of the blue Robert asked from the back seat, “Mommy, wouldn’t it be crazy to do 5000 minus 637 using borrowing?” I smiled proudly at him and said, “Yes, honey, it would.”

 Source: http://mathematicallysane.com/realistic-math-makes-sense-for-students/